Makalah: Filsafat Jiwa Ibnu Sina
Oleh: Hadi Purwanto, S.Pd.I
Makalah ini disampaiakan pada perkuliahan S2 IAIN Antasari Banjarmasin
Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam
Dosen Pembimbing Dr. H. Hadariansyah AB, M.Ag
A. Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan salah satu yang menjadi tolak ukur masa keemasan Islam yaitu pada masa Daulah Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dikembangkan dengan pesat. Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berkembang yaitu ilmu kedokteran, sehingga khalifah pada masa itu mendirikan rumah sakit-rumah sakit.Ibu Sina yaitu seorang dokter dan filosof dari masa Daulah Abbasiyyah, bahkan Ibnu Sina merupakan dokter dan filosof yang paling terkenal di dalam dunia Islam. Secara umum kedokteran pada mulanya hingga berabad-abad setelah itu sangat berkaitan dengan filsafat. Sehingga hampir sebagian besar filosof Arab termasuk Al-Kindi dan Ibnu Rusyd yaitu dokter. Sehingga para Khalifah dan Sultan mengangkat mereka sebagai dokter Negara, pendidik belum dewasa mereka dan sekaligus sebagai penasehat politik.
Salah satu fatwa Ibnu Sina yaitu wacana Jiwa. Sebagai seorang dokter dan filosof, Ibnu Sina menjelaskan jiwa dengan pembagian-pembagian nya.
Adapun batasan penulisan makalah ini biar lebih terarah penulis hanya menjelaskan tentang: (1) Biografi Ibnu Sina, (2) Karya-Karya Ibnu Sina, dan (3) Filsafat Jiwa Ibnu Sina.
B. Biografi Ibnu sina
Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu Ali al-Husein ibn Abdullah ibn al-Hasan ibn Ali ibn Sina. Sehingga nama ibnu Sina yang terkenal hingga kini merupakan kunyah kepada kakek buyutnya. Sedangkan di Barat Ibnu Sina popular dengan sebutan Avicenna.
Ibnu Sina dilahirkan di desa Afsyanah akrab Bukhara, Transoxania (dekat Bukhara) pada tahun 370 H bertepatan dengan tahun 980 M. Ayahnya berasal dari kota Balakh lalu pindah ke Bukhara pada masa raja Nuh ibn Mansur dan diangkat oleh raja sebagai penguasa di Kharmitsan, satu wilayah dari kota Bukhara. Di kota ini ayahnya menikahi Sattarah dan menerima tiga orang anak, yaitu Ali, Husein (Ibnu Sina), dan Muhammad.
Kelahiran Ibnu Sina pada masa kekacauan, di mana kekuasaan Bani Abbasiyah mulai mundur dan negeri yang mula-mula berada di bawah kekuasaannya mulai melepaskan diri untuk berdiri sendiri. Dan kota Bagdad sebagai sentra pemerintahannya dikuasai oleh golongan Bani Buwahi pada tahun 334 H hingga dengan tahun 447 H.
Ibnu Sina semenjak muda telah menguasai beberapa disiplin ilmu mirip matematika, logika, fisika, kedokteran astronomi, aturan dan lain-lain. Bahkan pada usia 10 tahun Ibnu Sina telah hafal Al-Qur’an. Pada usia 17 tahun dengan kepintarannya Ibnu Sina telah menguasai teori dari ilmu kedokteran yang ada pada dikala itu. Sehingga dengan keahliannya dalam ilmu kedokterannya ia berhasil mengobati Pangeran Nuh ibnu Mansur setelah semua dokter kerajaan tidak bisa mengobatinya. Karena keahliannya dalam ilmu kedokteran tersebut sehingga ia diangkat sebagai Konsultan Dokter Praktisi dan ia juga pernah diangkat sebagai Menteri olah Sultan Syams Al-Daulah yang berkuasa di Hamdan.
Ibnu Sina meninggal dunia pada tahun 428 H atau bertepatan dengan tahun 1037 M pada usia 58 tahun. Dan jasadnya di kebumikan di Hamdzan. Ibnu Sina meninggal dunia alasannya yaitu penyakit maag yang merupakan dampak dari kerja kerasnya untuk urusan Negara dan ilmu pengetahuan. Pada waktu siang ia bekerja dan pada malam harinya ia membaca dan menulis hingga larut malam.
C. Karya Tulis Ibnu Sina
Ibnu Sina walaupun ditengah kesibukannya dalam bekerja di Pemerintahan, namun ia yaitu seorang penulis yang produktif sehingga ia tidak sedikit meninggalkan karya-karya tulis yang sangat besar pengaruhnya kepada generasi sesudahnya, baik di dunia Islam bahkan di Dunia Barat. Pada masa hidupnya Ibnu Sina telah menulis 267 karya tulisnya dan diantara karya tulisnya yang terpenting yaitu sebagai berikut:
1. Al-Syifa; berisikan uraian wacana filsafat yang terdiri atas empat bagian: Ketuhanan, Fisika, Matematika, dan logika.
2. Al-Najat; berisikan keringkasan dari kitab Al-Syifa. Karya tulis ini ditujukan khusus untuk kelompok terpelajar yang ingin mengetahui dasar-dasar ilmu pesan yang tersirat secara lengkap.
3. Al-Qanun fi Al-Thibb; berisikan ilmu kedokteran yang terbagi atas lima kitab dalam aneka macam ilmu dan jenis-jenis penyakit dan lain-lainnya.
4. Al-Isyarat wa Al-Tanbihat: isinya mengandung uraian wacana budi dan hikmah.
D. Jiwa Menurut Ibnu Sina
Ibnu sina mendefinisikan jiwa sebagaimana Aristoteles yang telah mendefinisikannya pada waktu sebelumnya. Menurut ibnu Sina Jiwa yaitu kesempurnaan awal, alasannya yaitu dengannya spesies (jins) menjadi tepat sehingga menjadi insan nyata. Pengertian kesempurnaan berdasarkan Ibnu Sina yaitu sesuatu dengan keberadaannya watak jenis menjadi manusia.
Jiwa merupakan kesempurnaan awal, dalam pengertian bahwa ia yaitu prinsip pertama yang dengannya suatu spesies (jins) menjadi insan yang berinteraksi dengan nyata. Artinya jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh. Sebab, badan sendiri merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, karena ia bisa dinamakan jiwa jikalau faktual di dalam badan dengan satu sikap dari aneka macam perilaku.
Jiwa juga kesempurnaan awal bagi badan alamiah yang bersifat mekanistik atau bagi badan alamiah dan bukan bagi badan buatan. Yang dimaksudkan Ibnu Sina dengan mekanistik yaitu bahwa fisik melaksanakan kesempurnaannya yang kedua atau sifatnya yang berkaitan dengan insan yang tidak lain dari aneka macam sikap atau fungsinya dengan mediasi alat-alat tertentu yang ada di dalamnya, yaitu aneka macam badan yang melaksanakan aneka macam fungsi psikologis.
Menurut ibnu Sina jiwa berdasarkan genusnya terbagi kedalam tiga bagian. Pertama, jiwa nabati, yaitu kesempurnaan utama bagi fisik alami dari aspek reproduksi, pertumbuhan dan makan. Makanan merupakan suatu fisik yang mirip sifat fisik yang dikatakan sebagai makanannya. Di sana ia bertambah berdasarkan kadar yang terurai darinya, bisa lebih banyak atau lebih sedikit. Kedua, jiwa hewani, yaitu kesempurnaan utama bagi fisik alami mekanik dari aspek persepsi terhadap partikular-partikular dan bergerak atas kehendak sendiri. Ketiga jiwa rasional (insani), yaitu kesempurnaan utama bagi fisik alami mekanik dari aspek melaksanakan aktivitas-aktivitas yang ada atas pilihan berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan berdasarkan pikiran, serta datri aspek persepsi terhadap hal-hal universal.
1. Jiwa Nabati (Tumbuh-tumbuhan)
Jiwa Nabati (tumbuh-tumbuhan) meliputi daya-daya yang ada pada manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Ibnu Sina telah mendefinisikan jiwa tumbuh-tumbuhan sebagai kesempurnaan awal bagi badan yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari aspek melahirkan, tumbuh dan makan. Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya, yaitu:
a. Daya Nutrisi, yaitu daya yang mengubah masakan menjadi bentuk tubuh, dimana daya tersebut ada di dalamnya.
b. Daya penumbuh, yaitu daya yang menambah kesesuaian pada seluruh cuilan badan yang diubah alasannya yaitu makanan, baik dari segi panjang, lebar maupun volume.
c. Daya reproduktif, yaitu daya yang mengambil dari badan suatu cuilan yang secara potensial sama, sehingga terjadi proses penciptaan dan pencampuran yang membuatnya sama secara nyata.
2. Jiwa Hewani
Jiwa hewani meliputi semua daya yang ada pada insan dan hewan, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan tidak ada sama sekali. Ibnu Sina mendefinisikan jiwa hewani sebagai sebuah kesempurnaan awal bagi badan alamiah yang bersifat mekanistik dari satu sisi, serta merangkap aneka macam parsilitas dan bergerak alasannya yaitu keinginan. Jiwa hewani mempunyai dua daya, yaitu daya aktivis dan daya persepsi.
a. Daya penggerak, yaitu terdiri dari dua cuilan pertama, pengerak (gerak fisik) sebagai pemicu dan aktivis pelaku. Kedua, Daya tarik (hasrat) yaitu daya yang terbentuk di dalam imajinasi suatu bentuk yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, maka hal tersebit akan mendorongnyauntuk menggerakkan. Pada Daya tarik (hasrat) ini terbagi menjadi dua sub cuilan yaitu Daya Syahwat dan Daya Emosi.
b. Daya persepsi terbagi menjadi dua bagian, pertama daya yang mempersepsi dari luar, yaitu pancaindera eksternal mirip mata (penglihat), pendengaran (pendengar), hidung (pencium), pengecap (pengecap) dan kulit (peraba). Kedua, daya yang mempersepsi dari dalam yaitu indera batin semisal indera kolektif, daya konsepsi, daya fantasi, daya imajinasi (waham) dan memori.
3. Jiwa Rasional (Insani)
Jiwa rasional meliputi daya-daya yang khusus pada manusia. Jiwa rasional melaksanakan fungsi yang dinisbatkan pada akal. Ibnu Sina mendefinisikan jiwa rasional sebagai kesempurnaan pertama bagi badan alamiah yang bersifat mekanistik, dimana pada suatu sisi ia melaksanakan aneka macam prilaku eksistensial berdasarkan ikhtiar pikiran dan kesimpulan ide, namun pada sisi yang lain ia mempersepsi semua masalah universal. Pada jiwa rasional mempunyai dua daya, yaitu daya budi mudah dan daya budi teoritis.
a. Daya budi mudah cenderung untuk mendorong insan untuk tetapkan perbuatan yang pantas dilakukan atau ditinggalkan, di mana kita bisa menyebutnya sikap moral.
b. Daya budi teoritis, yaitu: budi potensial (akal hayulani), budi talenta (habitual), budi faktual dan budi perolehan.
Daya-daya jiwa ini bukanlah daya-daya yang berdiri sendiri, tetapi mereka bekerja sama dan harmonis. Masing-masing saling melayani dan saling memimpin bagi seluruh daya psikis. Masing-masing daya psikis saling melayani. Lalu, budi talenta (bi al-malakah) melayani budi aktual, dan budi material (hayulani) melayani budi bakat.
Akal mudah melayani semua akal, alasannya yaitu relasi biologis bertujuan untuk menyempurnakan budi teoritis, dan budi mudah mengatur relasi tersebut. Sedangkan waham melayani budi praktis. Ia juga melayani dua daya, yaitu kekuatan setelahnya atau memori yang menyimpan aneka macam makna parsial yang dipersepsi waham, dan kekuatan sebelumnya atau semua daya hewani.
Daya fantasi dilayani dua daya, yaitu daya hasrat dan daya konsepsi. Daya hasrat melayani daya fantasi dengan mengikuti semua perintahnya alasannya yaitu membangkitkannya untuk bergerak. Sedangkan daya konsepsi melayani daya fantasi dengan mendapatkan penyusunan dan pemisahan sketsa-sketsa inderawi yang tersimpan di dalamnya.
Sementara itu daya konsepsi dilayani oleh indera kolektif dan daya kolektif dilayanioleh panca indera eksternal. Daya hasrat dilayani olehsyahwat dan emosi, sedangkan syahwat dan emosi dilayani oleh daya gerak yang ada di dalam otot dan saraf. Kemudian daya hewani secara keselurahan dilayani oleh daya nabati. Adapun daya yang pertama dan memimpin daya hewani yaitu daya generative, daya nabati dilayani oleh daya generative dan daya nutrisi dilayani oleh semua daya.
E. Penutup
Dari uraian makalah di atas maka sanggup diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ibnu Sina yaitu seorang filosof dan dokter yang hidup pada masa Daulah Abbasiyyah yang sangat besar lengan berkuasa di dalam dunia Islam. Salah satu fatwa Ibnu Sina yang besar lengan berkuasa hingga kini yaitu wacana jiwa.
2. Menurut ibnu Sina Jiwa yaitu kesempurnaan awal, alasannya yaitu denganny aspesies (jins) menjadi tepat sehingga menjadi insan nyata. Jiwa merupakan kesempurnaan awal, dalam pengertian bahwa ia yaitu prinsip pertama yang dengannya suatu spesies (jins) menjadi insan yang berinteraksi dengan nyata. Artinya jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh. Sebab, badan sendiri merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, karena ia bisa dinamakan jiwa jikalau faktual di dalam badan dengan satu sikap dari aneka macam perilaku.
3. Ibnu Sina membagi Jiwa ke dalam tiga Bagian, yaitu: Jiwa Nabati, Jiwa Hewani dan Jiwa Rasional.
Belum ada Komentar untuk "Makalah: Filsafat Jiwa Ibnu Sina"
Posting Komentar