Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penemuan Pendidikan



Nyatanya dalam penerapan suatu penemuan di bidang apapun itu terutama pada bidang pendidikan senidri ada faktor-faktor yang menghipnotis penemuan tersebut. 

Lembaga pendidikan formal menyerupai sekolah ialah suatu sub sistem dari sistem sosial. Jika terjadi perubahan dalam sistem sosial, maka lembaga pendidikan formal tersebut juga akan mengalami perubahan maka alhasil akan besar lengan berkuasa terhadap sistem sosial. Oleh lantaran itu suatu lembaga pendidikan mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan nilai-nilai budaya tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda biar sanggup menyiapkan diri menghadapi tantangan kemajuan jaman.

Motivasi yang mendorong perlunya diadakan penemuan pendidikan jikalau dilacak biasanya bersumber pada dua hal yaitu: (a) kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan kebutuhan masyarakat, dan (b) adanya perjuangan untuk memakai sekolah (lembaga pendidikan) untuk memecahkan duduk kasus yang dihadapi masyarakat. Antara lembaga pendidikan dan sistem sosial terjadi kekerabatan yang dekat dan saling mempengaruhi. Misalnya suatu sekolah telah sanggup sukses menyiapkan tenaga yang terdidik sesuai denagn kebutuhan masyarakat, maka dengan tenaga terdidik berarti tingkat kehidupannya meningkat, dan cara bekerjanya juga lebih baik. Tenaga terdidik akan merasa tidak puas jikalau bekerja yang tidak memakai kemampuan inteleknya, sehingga perlu adanya adaptasi dengan lapangan pekerjaan. Dengan demikian akan selalu terjadi perubahan yang bersifat dinamis, yang disebabkan adanya kekerabatan inter aktif antara lembaga pendidikan dan masyarakat. Agar kita sanggup lebih memahami perihal perlunya perubahan pendidikan atau kebutuhan adanya penemuan pendidikan sanggup kita gali dari tiga hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah, yaitu: (a) kegiatan mencar ilmu mengajar, (b) faktor internal dan eksternal, dan (c) sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan). 

a. Faktor Kegiatan Belajar Mengajar

Hal yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan mencar ilmu mengajar ialah kemampuan guru sebagaitenaga profesional. Guru sebagai tenaga yang telah dipandang mempunyai keahlian tertentu dalam bidang pendidikan, diberikan kiprah dan wewenang untuk mengelolah kegiatan mencar ilmu mengajar biar sanggup mencapai tujuan tertentu, yaitu terjadinya perubahan tingkah laris siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan institusional yang telah dirumuskan. Tetapi dalam pelaksanaan kiprah pengelolaan kegiatan mencar ilmu mengajar terdapat aneka macam faktor yang menimbulkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan mencar ilmu mengajar ialah kegiatan yang kurang profesional, kurang efektif,dan kurang perhatian.
Sebagai alasan mengapa orang memandang kiprah guru dalam mengajar mengandung banyak kelemahan tersebut, antara lain dikemukakan bahwa:
1) Keberhasilan kiprah guru dalam mengelola kegiatan mencar ilmu mengajar sangat ditentukan oleh kekerabatan interpersonal antara guru dengan siswa. Dengan demikian maka keberhasilan pelaksanaan kiprah tersebut, juga sangat ditentukan oleh pribadi guru dansiswa. Dengan kemampuan guru yang sama belum tentu menghasilkan prestasi mencar ilmu yang sama jikalau menghadapi kelas yang berbeda, demikian pula sebaliknya dengan kondisi kelas yang sama diajar oleh guru yang berbeda belum tentu sanggup menghasilkan prestasi mencar ilmu yang sama, meskipun para guru tersebut semuanya telah memenuhi persyaratan sebagai guru yang professional (missal menyerupai memperoleh tunjangan jabatan sertifikasi guru dalam jabatan).
2) Kegiatan mencar ilmu mengajar di kelas merupakan kegiatanyang terisolasi. Pada waktu guru mengajar ia tidak mendapat balikan dari teman sejawatnya. Kegiatan guru di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi dari kegiatan kelompok. Apa yang dilakukan guru di kelas tanpa diketahui oleh guru yang lain. Dengan demikian maka sukar untuk mendapat kritik untuk pengembangan profesinya. Ia menganggap bahwa yang dilakukan sudah merupakan cara yang terbaik.
3) Berkaitan dengan kenyataan di atas tersebut, maka sangat minimal pertolongan teman sejawat untuk memeberikan pertolongan saran atau kritik guna peningkatan kemampuan profesionalnya. Apa yangdilakukan guru di kelas seakan-akan sudah merupakanhak mutlak tanggung jawabnya, orang lain dihentikan ikut campur tangan. Padahal apa yang dilakukan mungkin masih banyak kekurangannya.
4) Belum ada kriteria yang baku perihal bagaimana pengelolaan kegiatan mencar ilmu mengajar yang efektif dan memang untuk menciptakan kriteria keefektifan proses mencar ilmu mengajar sukar ditentukan lantaran sangat banyak variabel yang ikut memilih keberhasilan kegiatan mencar ilmu siswa. Usaha untuk menciptakan kriteria tersebut sudah dilakukan contohnya dengan digunakannya APKG (Alat Penilai Komptensi Guru).
5) Dalam melaksanakan kiprah mengelola kegiatan mencar ilmu mengajar, guru menghadapi sejumlah siswa yang berbeda satu dengan yang lain baik mengenai kondisi fisik, mental intelektual, sifat, minat, dan latar belakang sosial ekonominya. Guru mustahil sanggup melayani siswa dengan memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang lain, dalam jam-jam pelajaran yang sudah diatur dengan aktivitas dan dalam waktu yang sangat terbatas.
6) Berdasarkan data adanya perbedaan individual siswa, tentunya lebih sempurna jikalau pengelolaan kegiatan mencar ilmu mengajar dilakukan dengan cara yang sangat fleksibel, tetapi kenyataannya justru guru dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laris yang sama sesuai dengan ketentuan yang telah dirumuskan. Makara anak yang berbeda harus diarahkan menjadi sama. Jika guru tidak sanggup mengatasi duduk kasus ini sanggup menimbulkan anggapan diragukan kualitas profesionalnya.
7) Guru juga menghadapi tantangan dalam uasaha untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, yaitu tanpa adanya keseimbangan antara kemampuan dan wewenangnya mengatur beban kiprah yang harus dilakukan, serta tanpa pertolongan dari lembaga dan tanpa adanya insentif yang menunjang kegiatannya. Ada kemauan guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, mungkin dengan cara mencar ilmu sendiri atau mengikuti kuliah di perguruan tinggi tinggi, tetapi kiprah yang harus dilakukan masih terasa berat, jumlah muridnya dalam satu kelas 50 orang, masih ditambah kiprah administratif, ditambah lagi harus melaksanakan kegiatan untuk menambah penghasilan lantaran honor paspasan, dan masih banyak lagi faktor yang lain. Makara aktivitas pertumbuhan jabatan atau peningkatan profesi guru mengalami hambatan.
8) Guru dalam melaksanakan kiprah mengelola kegiatan mencar ilmu mengajar mengalami kesulitan untuk memilih pilihan mana yang diutamakan lantaran adanya aneka macam macam tuntutan. Dari satu segi meminta biar guru mengutamakan keterampilan proses belajar, tetapi dari sudut lain ia dituntut harus menuntaskan sajian materi kurikulum yang harus diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, lantaran menjadi materi ujian negara/nasional. Demikian pula dari satu segi guru dituntut menekankan perubahan tingkat laris afektif, tetapi dalam penilaian hasil mencar ilmu yang digunakan untuk memilih kelulusan siswa hanya mengutamakan aspek kognitif.

Dari data tersebut menawarkan bagaimana uniknya kegiatan mencar ilmu mengajar, yang memungkinkan timbulnya peluang untuk munculnya pendapat bahwa profesional guru diragukan bahkan ada yang menyampaikan bahwa jabatan guru itu “semi profesional” , lantaran jikalau profesional yang penuh tentu akan memberi peluang pada anggotanya untuk: (a) menguasai kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam penampilan, (b) memasuki anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya, diawasi oleh kelompok profesi, (c) ketentuan untuk berbuat profesional, ditentukan bersama antar sesama anggota profesi. (Zaltman, Florio, Sikoski, 1977).

Dengan adanya kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan pengelolaan kegiatan mencar ilmu mengajar tersebut maka perlu adanya penemuan pendidikan untuk mengatasi kelemahan tersebut, atau bahkan dari sudut pandang yang lain sanggup juga dikatakan bahwa dengan adanya kelemahan-kelemahan itu maka sukar penerapan penemuan pendidikan secara efektif. 

b. Faktor Internal dan Eksternal

Satu keunikan dari sistem pendidikan ialah baik pelaksana maupun klien (yang dilayani) ialah kelompok manusia. Perencana penemuan pendidikan harus memperhatikan mana kelompok yang menghipnotis dan kelompok yang dipengaruhi oleh sekolah (sistem pendidikan). Faktor internal yang menghipnotis pelaksanaan sistem pendidikan dan dengan sendirinya juga inovasi
pendidikan ialah siswa. Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap proses penemuan lantaran tujuan pendidikan untuk mencapai perubahan tingkah laris siswa. Makara siswa sebagai sentra perhatian dan materi pertimbangan dalam melaksanakan aneka macam macam kebijakan pendidikan. Faktor eksternal yang mempunyai dampak dalam proses penemuan pendidikan ialah orang tua. Orang bau tanah murid ikut mempunyai peranan dalam menunjang kelancaran proses penemuan pendidikan, baik ia sebagai penunjang secara sopan santun membantu dan mendorong kegiatan siswa untuk melaksanakan kegiatan mencar ilmu sesuai dengan yang dibutuhkan sekolah, maupun sebagai penunjang pengadaan dana.
Para hebat pendidik (profesi pendidikan) merupakan faktor internal dan juga faktor eksternal, seperti: guru, direktur pendidikan, konselor, terlibat secara eksklusif dalam proses pendidikan di sekolah. Ada juga para hebat yang di luar organisasi sekolah tetapi ikut terlibat dalam kegiatan sekolah seperti: para pengawas, inspektur, penilik sekolah, konsultan, dan mungkin juga pengusaha yang membantu pengadaan kemudahan sekolah. Demikian pula para panatar guru, staf pengembangan dan penelitian pendidikan, para guru besar,dosen, dan organisasi persatuan guru, juga merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan sistem pendidikan atau penemuan pendidikan. Namun apakah mereka termasuk faktor internal atau eksternal agak sukar dibedakan, lantaran guru sebagai faktor internal tetapi juga menjadi anggota organisasi persatuan guru, yang sanggup dipandang sebagai faktor eksternal. Seorang yang akan merencanakan penemuan pendidikan harus memperhatikan aneka macam faktor tersebut, apakah ituinternal atau eksternal. 

c. Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)

Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan hukum yang dibentuk oleh pemerintah. Penanggungjawab sistem pendidikan di Indonesia ialah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk jenjang sekolah dasar hingga dengan pendidikan menengah, sedangkan untuk jenjang pendidikan tinggi berada di kementerian riset,teknologi dan pendidikan tinggi yang mengatur seluruh sistem menurut ketentuan-ketentuan yang diberlakukan. Dalam kaitan dengan adanya aneka macam macam hukum dari pemerintah tersebut maka timbul permasalahan sejauh mana batas kewenangan guru untuk mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Demikian pula sejauh mana kesempatan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya guna menghadapi tantangan kemajuan zaman. Dampak dari keterbatasan kesempatan meningkatkan kemampuan profesional serta keterbatasan kewenangan mengambil kebijakan dalam melaksanakan kiprah bagi guru, sanggup menimbulkan timbulnya siklus otoritas yang negatif.

Referensi

Aries. (2010). Tahapan Proses Inovasi Pendidikan. [Online]. Tersedia:http://www.forum-dialektika.web.id/index.php/inovasi. [30 Agustus 2019]

Kharisa, M. (2008). Faktor yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://webersis.com/2008/04/07/antropologi-inovasi/. [ 30 Agustus 2019]

Uhar, S. (2010). Inovasi Pendidikan. [online]. Tersedia: https://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/inovasi-pendidikan/. [30 Agustus 2019]



Sumber https://bloginfokuhaku.blogspot.com/

Belum ada Komentar untuk "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penemuan Pendidikan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel