Cerpen: Gerimis Dan Kehidupanku
GERIMIS DAN KEHIDUPANKU
Oleh: Hady 412
Gerimis mulai membasahi lahan kering didepan rumahku. Aku berdiri sendirian di teras rumah sambil memandang gerimis yang terus saja meneteskan bulir-bulir lembutnya dari langit. Tanpa melepas seragamku seuasai mengajar saya melepas lelah dengan memandangi gerimis.
Aku tersenyum sendiri di depan gerimis yang seolah-olah tau perihal perjalanan hidupku. Sambil memegang baju seragam PNS yang masih saya kenakan, saya melamun. Aku tak menyangka dengan perjalanan hidupku ini, tak menyangka akan menjadi seorang PNS yang selalu diburu oleh orang banyak, walaupun saya hanya seorang lulusan pesantren. Aku tersenyum lantaran dulu saya ialah santri yang kesana kemari memakai peci dan sarung, kemudian kini sanggup mengenakan seragam ini.
“Aby,….” Tiba-tiba bunyi istriku, Triyana yang saya nikahi beberapa bulan yang lalu, sudah ada di belakangku.
Aku menoleh ke belakang, tanpa berkata-kata dan melanjutkan pandanganku lagi, memandangi gerimis.
“ Aby ngelamunin apa sic? Ko seru bangets, hingga lupa ngelapas baju seragamnya lagi” lanjut istriku yang sudah berada sempurna di sampingku.
“ ga papa ko Umy, Aby Cuma ingat masa-masa kemudian Aby yang selalu diiringi gerimis ibarat ini.”
“Ooo,… gitu ya” kata istriku sambil memeluk mesra tangan kiriku.
Aku tetap diam, pandanganku tetap tak beranjak dari gerimis di depanku, pikiranku mulai menerobos ruang dan waktu. Mengingat masa lalu.
*****
Juli 2000
Gerimis tiba-tiba datang. Entah dari mana, padahal bulan ini ialah demam isu kemarau. Ini lah tanah kelahiranku, panas hujan sulit sekali ditebak.
Aku berdiri mematung diteras rumah. Sambil memegang dua kertas di tangan kiriku saya memandang jauh ke arah gerimis.
Ada perasaan yang bercampur aduk di dadaku, perasaan suka dan sedih yang menyelimutiku. Perasaan suka lantaran saya segera menjemput mimpiku, sekolah di pesantren yang telah tertunda selama 3 tahun. Karena dulu saat saya lulus SD ibuku menolak untuk melepasku sekolah di pesantren. Alasannya, dia tidak sanggup berpisah denganku lantaran saya masih kecil.
Perasaan dukaku terang lantaran besok saya akan berpisah dengan kedua orang tua, alasannya pesantren yang akan saya tempati berada di luar kabupaten yang berjarak sekitar 65 km dari rumahku, cukup jauh. Dan saya harus hidup di asrama yang hanya boleh pulang selama sebulan sekali.
Sambil tetap berdiri saya membuka dua kertas ditanganku yang sedari tadi saya pegang. Kertas pertama, ijazah MTs ku yang mempunyai nilai sangat bagus, juara ke 3 se Sekolahanku. Sehingga banyak teman-temanku yang menyayangkanku sekolah di pesantren, padahal dengan nilai tinggi ibarat ini saya bebas menentukan mau sekolah di Sekolah Menengan Atas mana pun di kabupatenku yang saya inginkan.
Kertas kedua ialah sebuah brosur Pesantren Al-Fatah Banjarbaru. Di dalamnya terdapat banyak sekali informasi perihal pondok ibarat kemudahan bahkan kegiatan-kegiatan ekstrakulikulir yang ada. Aku tersenyum kecil dalam hati dan berkata “INI LAH PILIHANKU”.
***
April 2002
Di depan gerimis yang telah membasahi bumi semenjak pagi tadi saya berdiri. Berdiri di ambang pintu asrmaku di pesantren Al-Fatah.
Tak terasa ada bulir lembut di pipiku, saya meneteskan air mata. Air mata ini keluar seiring dengan kesedihanku di tinggal orang yang sangat saya sayangiku. Ayahku. Ayahku meninggal seminggu yang kemudian akhir penyakit kankernya yang telah dideritanya setahun yang lalu.
Aku resah mau bagaimana lagi, bahkan hampir saya berhenti di pesantren ini lantaran takut tidak ada lagi yang membiayai sekolahku. Namun ibuku melarang niatku walaupun dia hanya bertani dia akan tetap membiayai sekolahku dan nantinya akan di bantu oleh kakaku satu-satunya Galang, yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan.
“Hey,….” Tiba-tiba sahabat sekamarku H.Deny menepuk punggungku dan berdiri di sampingku.
“Ngelamunin apa kamu? Kamu jangan sedih kawan,…itu kan musibah, yang sabar ya” lanjutnya menghiburku. Aku tetap diam.
“ eh ingat bentar lagi ujian lo,…kamu jangan hanya karam dalam kesedihan ini, jadikan semua ini semangat bagimu. Kaprikornus lah yang terbaik. Supaya almarhum ayahmu gembira di alam sana.” Katanya lagi
Aku masih terdiam, namun saya mulai berpikir dengan kata-kata temanku ini. Aku harus tetap bersemangat. Aku harus sanggup membanggakan ayahku, membanggakan ibuku dan jerih payah kakaku yang membantu biaya sekolahku tidak akan sia-sia.
***
OKtober 2004
Geimis mengahalangiku untuk meninggalkan perpustakaan pesantren. Aku sedikit bersabar untuk tidak pulang dulu, alasannya bila saya memaksakan buku-buku yang saya pinjam dari perpus ini akan berair semua.
Sambil menunggu gerimis reda saya berdiri di teras perpustakaan beserta teman-temanku.
Pandangku lurus ke depan mengamati para santri gres yang mandi hujan-hujanan, dan juga para ust. Yang lewat memakai payung. Namun pikiranku melayang. Aku mulai berpikir dengan kata-kata yang di lontarkan pimpinan pondokku Kiai Rahman kemaren malam.
“Aldi, gimana kabar kamu?” Tanya kiai Rahman lembut saat saya di suruh menghadap kekantornya.
“ Alhamdulillah, baik Kiai” jawabku pelan.
“ Aldi, Aku mau Tanya, sebentar lagi kan kau lulus dari pesantren ini, apa kau ada rencana untuk melanjutkan kuliah?” duc pertanyaan Kiai Rahman yang tidak biasanya. Karena kebiasaanku di panggil ke kantor pimpinan pondok niscaya ditanya perihal aktivitas santri maklum saya masih menjabat sebagai ketua Osis di Pesantren ini.
“ iya Kiai, rencana Saya mau kuliah di IAIN” jawabku lagi.
“ Nah begini Aldi, melihat perkembanganmu disini saya masih belum mau melapasmu dari pesantren ini. Aku akan lega melepasmu bila kau sudah menantongi ijazah S1, jadi Aku mau kau nanti melanjutkan kuliah di STAI Al-Fatah Milik pondok saja. Dan nanti kau sanggup membantuku mengurus pondok ini. Bagaimana”?
“ insyaAllah kiai, tapi saya mau izin dulu dengan ibu saya di rumah.” Jawabku
Itulah pembicaraanku yang masih terngiang dalam pikiranku, saya di suruh mengabdi di pesantren ini selapas lulus nantinya. Dan hanya satu pikirku, saya akan menuruti apa kata-kata guruku, lantaran niscaya ada pesan yang tersirat besar dibalik itu semua.
****
Januari 2010
Gerimis menghiasi program wisudaku. Akhirnya saya lulus juga kuliah walau ditempuh dengan waktu yang usang 5 tahun. Aku juga tidak menjadi yang terbaik disini dan yang pastinya nilaiku tidak cumloud.
Walaupun demikian saya tetap gembira lantaran dengan banyak sekali kesibukanku saya sanggup menuntaskan kuliah ini. Semenjak mulai kuliah saya juga menyisihkan waktu untuk mengajar di pesantren. Tidak itu saja bila ada proposal menulis kalgrafi yang menjadi hobyku akupun lembur mengerjakannya.
Aku melihat para tamu yang hadir. Nampak ibuku didampingi oleh kakakku galang beserta istrinya mereka tersenyum kepadaku. Jelas sekali terpancar raut kegembiraan di wajah ibuku, sambil menangis terharu dia selalu menatapi yang tak sabar akan melihat anaknya akan di wisuda sebagai seorang Sarjana.
Pandanganku juga memutari usul pesantren, nampak Kiai Rahman di damping Ust. Ibay. Ust. Ibay merupakan guru yang selalu menyemangatiku dan memperhatikan semua kegiatannku. Aku tak heran dengan hal itu, lantaran beliaulah satu-satunya guru di pesantren yang telah dititipi saya oleh almarhum ayahku sebelum dia meninggal.
Nampak Ust.Ibay tersenyem melihatku dan mengacungkan jempolnya kepadaku. Aku pun membalas dengan senyuman.
Aku sangat berterimaksih kepada ibuku, kakakku, semua guruku, lantaran merekalah saya sanggup menuntaskan sekolah dan kuliahku ini.
***
Desember 2010
Ditengah gerimis yang membasahi bumi ini semenjak malam tadi saya meloncat-loncat kegirangan di dalam kamarku. Aku gembira sekali sesudah melihat pengumuman kelulusan PNS yang pribadi sanggup dilihat di internet.
Dengan gemetar saya kembali melihat layar laptopku yang sudah online untuk memastikan bahwa namaku masuk dalam daftar orang-orang yang lulus PNS. Benar, nama lengkap, tanggal lahir dan nomor akseptor semua tepat.
Alhamdulillah ya Allah balasannya saya sanggup lulus PNS walaupun ini merupakan test ku yang pertama dan tak tanggung-tanggung saya harus mengalahkan akseptor test yang berjumlah lebih dari seratus dan hanya satu orang yang dicari.
Sambil menatap gerimis yang masih mengguyur di luar sana, saya tersenyum. Ini lah jalan hidupku. Dan inilah pesan yang tersirat yang diberikan oleh Allah atas semua yang telah saya jalani.
Belum ada Komentar untuk "Cerpen: Gerimis Dan Kehidupanku"
Posting Komentar